Jumat, 22 Februari 2008

Perkembangan Sidat


Saya akan coba update informasi perkembangan sidat yang saya pelihara. Sudah hampir 10 bulan saya pelihara sidat ini, walau jumlahnya tidak seberapa hanya 1kg dulu belinya, kira-kira berjumlah 50 ekor lah (soalnya belum pernah hitung). Ada kebahagian tersendiri dari memlihara sidat ini, awalnya saya pesimis karea sudah hampir 6 bulan yang lalu tampak tidak ada pekembangan. Namun muncul kebahagian ketika suatu malam, pas saya kasih makan kok ada yang cukup besar diameter hampir 2 cm. mulai saat itu aku penasaran ada berapa ekor yang bisa berkembang, karena yang lain tampak masih kecil-kecil, separonya.
Hari kemarin pas ada waktu luang saya coba mau liat, kalau harus kuras khan lama, untuk isi airnya dan kasihan nanti kalau adaptasi dengan air baru, akhirnya saya pakai jaring. Kebetulan ada sisa jaring dulu pas ternak lele, karena ndak ada yang bantu akhirnya cuman dapat 4 ekor saja, seperti tampak di gambar. Akhrinya rasa penasaran terobati, bahwasanya sidat saya ada perkembangan. Mulai saat itu saya coba memberikan perhatian agak extra, memberikan makan lebih rutin, dan menambah porsinya.

Sayang dalam gambar saya tidak memberikan besaran pembanding, karena saya sendirian jadi susah pegang sidatnya, hujan sekalian, jadi cepat-cepat. Untuk gambaran lebar lubang jaring sekitar 1 cm, jadi sidat tersebut kira-kira 2 cm.
Masih di angan-angan dan impian untuk membudidayakan lebih banyak, masih menunggu analisanya.



Kamis, 14 Februari 2008

Tebar Belut Media Baru

Melanjutkan masalah perbelutan yang menurut saya masih sebagai tanda tanya besar. Media yang sudah pernah saya bahas sebelumnya akhirnya saya coba untuk menambahkan jumlah bibitnya, ndak banyak cuman 2kg dulu tgl 11 februari kemarin akhirnya saya dapatkan sebelumnya pesen dulu ama penjual ikan di pasar. cuman agak disayangkan bibitnya sudah agak besar seukuran jari telunjuk, apa boleh buat, dan karena penjual ikannya kebiasaan kalau bawa belut ndak dikasih air, jadinya belutnya agak lemas, soalnya dari sore ampe pagi baru aku ambil, tapi alhamdulillah cuman mati 4 ekor.
Saya kurang tahu bibit ini hasil setrum atau tangkapan dengan "Wuwu" istilahnya, itu jebakan ikan yang biasa dibuat dari anyaman bambu yang ada lubang untuk masuk ikan namun ikan ndak bisa keluar lagi. Tidak disarankan untuk membeli bibit hasil setrum, karena tingkat kematian akan besar, jadi bila akan memulai budidaya belut belilah bibit dari peternak yang bisa kasih garansi tingkat kematian bibit tadi. Karena aku ambilnya senin pagi dan tergesa-gesa harus berangkat kantor ya proses adaptasi dengan media ndak bisa berlama-lama, yang seharusnya minimal adaptasi dengan media baru sekitar 15 menit itu kata banyak pakar.

sesampai bibit di rumah aku taruh diember dan tak kasih air sumur, setelah dipilih yang mati, saya coba adaptasikan dengan media sayang kurang dari 5 menit, soalnya keburu berangkat kerja. Sambil air dari media saya masukkan ke ember yang berisi belut, perlahan belut dilepas ke media. Wah bagaikan dapat angin segar, sekejap semua belut ini masuk kemedia, yang artinya menurut saya ini semua dah cocok antara media dan belut. Selama tiga hari dari pantuan saya, tiap habis magrib mesti ditinjau, ada yang berkeliaran cari makan.
Untuk makanan sementara saya kasih cacahan keong, kebetulan ada banyak keong dikolam, dan saya tebar pelet untuk adaptasi kedepannya. Seperti yang pernah saya baca kalau bisa ada aliran air di kolam, maka saya coba berikan gemericik alirn air dari kran, masuk akal juga karena mereka butuh kadar oksigen yang cukup banyak dimalam hari.
Berikut gambar yang bisa saya ambil saat tebar benih :

Bibit dalam ember untuk diseleksi.








Bibit Mulai diadaptasikan dengan media, air media mulai dimasukkan ke dalam ember berisi bibit.







Bibit mulai pada masuk ke media.








Ukuran bibit yang dimasukkan, untuk perbandingan perkembangan nantinya.

Senin, 04 Februari 2008

Beberapa Herbal Pembakar Gairah Seksual Pria

Nama Herbal : Jahe merah
Manfaat : Mengatasi ejakulasi dini, merangsang ereksi, memperkuat daya tahan sperma
Cara Penggunaan : Rimpang jahe merah secukupnya direbus dengan 3 gelas air sampai tersisa 2 gelas. Tambahkan gula/madu. Minum pagi dan sore. Bisa juga dicampur ginseng, cabe jawa, dan lada hitam.

Nama Herbal : Tapak liman
Manfaat : Meningkatkan gairah pria,bersifat adaptogen (menaikkan daya tahantubuh)
Cara Penggunaan : Tiga batang tanaman beserta akarnya direbus dengan 3 gelasair sampai tersisa 2 gelas. Minum2 kali sehari.



Nama Herbal : Lengkuas merah
Manfaat : Mendongkrak gairah
Cara Pengunaan : Ambil rimpang secukupnya, direbus, diminum airnya


Nama Herbal : Daun sendok
Manfaat : Perangsang birahi (afrodisiak), bersifat adaptogen
Cara Penggunaan : Biji daun sendok secukupnya,digiling, ditambah 3 sendok madu,diminum




Nama Herbal : Pasak bumi atau tongkat ali
Manfaat : Afrodisiak
Cara Penggunaan : Akarnya direbus lalu diminum airnya




Nama Herbal : Adas
Manfaat : Bersifat tonik (penambahtenaga), mengatasi ejakulasi dini, merangsang ereksi, mencegah kemandulan, memperkuat daya hidup sperma
Cara Penggunaan : Buah adas secukupnya, direbus,airnya diminum. Atau buah digiling halus, diseduh, lalu disaring, diminum airnya


Nama Herbal : Purwaceng
Manfaat : Mengatasi lemah syahwat
Cara penggunaan : Daun 5 gram dicuci, dikeringkan,dihaluskan, seduh dengan segelas air panas, saring, lalu diminum

Sumber majalah Online AGRINA



Media Belut Ala Hadifa Eels Farm


Artikel Ini di sadur dari majalah online AGRINA.
Permintaan belut hidup dan olahan di pasar domestik maupun ekspor hingga kini baru separuhnya terpenuhi. Karena itu prospek usaha budidaya belut masih terbuka.

Hampir 85% pasokan belut masih mengandalkan dari tangkapan alam. Budidaya belut relatif belum berkembang karena pembenihan ikan licin yang bertelur sekali sepanjang hidupnya ini belum banyak dikuasai praktisi. Kendala lainnya, penguasaan teknologi pembuatan media masih kurang.

Media Harus Matang

Sumarno, pengelola Hadifa Eels Farm & Trading di Kampung Sokonilo, Desa Sidoluhur, Kec.Godean, Kab. Sleman, Yogyakarta, menyatakan kematangan

media menjadi kunci dalam budidaya belut. Ciri media yang matang, antara lain tidak mengeluarkan gelembung gas, letupan, dan bau saat media ditekan dengan tongkat. Jika mengeluarkan gelembung pun, di dalamnya tidak boleh ada gas berwarna putih.

Gas di dalam gelembung merupakan indikator yang menunjukkan suhu media masih tinggi. Jika pembudidaya menebar benih ke dalamnya, belut akan muncul ke permukaan dengan bercak merah di leher dan mati tak lama kemudian. Selain itu, belut akan bergerombol di pojok kolam yang kondisinya paling sesuai.

Syarat lainnya, campuran tanah dan bokashi (kompos hasil fermentasi) yang merupakan bahan media telah menyatu. Dengan demikian, teksturnya lunak tapi masih agak kompak layaknya tanah sawah untuk menanam padi. Ciri penting lainnya, media dihuni cacing berwarna merah, hitam, dan cokelat yang menunjukkan seluruh media telah kondusif sehingga belut dapat hidup di dalamnya.

Media akan matang dalam waktu 2—3 minggu setelah berada di kolam budidaya. “Semakin lama waktunya, akan semakin baik,” terang Sumarno. Air untuk budidaya sebaiknya selalu mengalir, “Meskipun ibaratnya hanya menetes,” tambahnya. Aliran air dibutuhkan untuk suplai oksigen dan menjaga kualitas air agar selalu baik.

Derajat keasaman (pH) air yang baik berkisar 5—7 dan suhu lingkungan di antara 19o— 25oC, meskipun belut tetap bisa tumbuh pada suhu 32oC, misalnya di pantai utara Jawa. Lokasi budidaya belut sebaiknya pada ketinggian 200—300 meter di atas permukaan laut (dpl) sehingga dapat tumbuh optimal. Dalam menentukan lokasi, pembudidaya juga harus menghindari kawasan industri yang berpotensi mencemari lingkungan perairan.

Pembuatan Media

Media dapat dibuat di luar atau di dalam kolam budidaya yang sebelumnya disterilisasi dengan kapur selama 10 hari. Jika dibuat di kolam sedalam 1 m dan luas 25 m2, lapisan pertama media adalah potongan jerami padi setebal 40—50 cm. Lapisan selanjutnya, pupuk urea dan NPK, masing-masing 5 kg, lalu disusul tanah gembur atau lumpur setinggi 10 cm..

Media itu kemudian ditaburi pupuk kandang berupa kotoran kambing setinggi 5 cm dan mikrobia starter untuk proses fermentasi. Langkah berikutnya, penaburan tanah, cincangan jantung dan bonggol pisang, serta tanah lagi masing-masing setebal 5, 10, dan 15 cm. Setelah tersusun, media dialiri air hingga becek selama 2—4 minggu. Kondisi ini harus tetap dijaga agar proses fermentasi berlangsung sempurna. Jika mengering, segera tambahkan air secukupnya.

Dalam waktu 2—4 minggu, lakukan pengecekan kematangan media dengan menancapkan bambu untuk mengetahui adanya gas, warna, atau bau tertentu. Selama fermentasi, media dikocok dengan menggunakan bambu agar lekas matang. Setelah matang, alirkan air 3—4 hari guna menghilangkan racun yang ada di kolam.

Sehari sebelum ditebari, kolam ditaburi 50 gram vetsin atau ramuan jamu perangsang nafsu makan berupa bawang putih, kencur, jahe, kunyit, lengkuas, dan temulawak yang diblender serta daun sirih yang difermentasi. Benih ditebar sebelum pukul 07.00 atau setelah pukul 17.00 dengan kepadatan 1—1,5 kg per m2. Ukuran benih 70—80 ekor per kg. Harga pasaran benih saat ini rata-rata Rp27.500 per kg.

Belut adalah ikan pemakan hewan air sehingga keberadaan udang renik dan protozoa di dalam media harus selalu tersedia. Caranya, dengan penggunaan pupuk yang mencukupi dalam pembuatan media. Untuk meningkatkan populasi plankton yang merupakan pakan udang renik, media ditambah starter. Pakan belut lainnya berupa cincangan katak hijau, cacing, bekicot, keong mas, ikan, dan kerang segar.

Jumlah pakan yang diberikan 5% dari jumlah benih yang ditebar sehingga 40 kg benih memerlukan 2 kg pakan per hari. Belut dipelihara selama 4—5 bulan sampai berukuran 10—20 ekor per kg. Jika pembesarannya optimal, per kilogram benih dapat menghasilkan 10 kg belut konsumsi.

Kegagalan budidaya belut biasanya akibat kekurangan pakan, kekeringan, kanibalisme, air tidak mengalir, dan suhu yang tinggi. Ancaman lainnya datang dari hewan pemangsanya, yaitu ular, bebek, burung belibis, dan berang-berang. Pengendalian hewan-hewan ini ddapat dilakukan dengan memagar kolam dan membuat kolam yang letaknya dekat rumah tinggal supaya mudah diawasi.

Bergelut di Bisnis Belut


Artikel ini di sadur dari majalah Online AGRINA
Bak licinnya tubuh belut, bisnis hewan yang satu ini memang tak bisa dibilang mudah. Namun, tak sedikit yang berani mencoba karena pasarnya selalu terbuka.

“Budidaya belut ini memang berisiko tinggi, tapi kita tidak menyerah karena prospeknya luar biasa bagus,” ujar Kismanto, petani belut. Warga Dusun Nongkopahit, Dusun Joho Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, ini mulai mengembangkan belut sejak tujuh bulan lalu. Awalnya, ia berencana mengembangkan lele. Namun apa daya suhu air di kolamnya terlalu dingin. “Benih lele yang baru menetas mati semua, kolam jadi nganggur tidak dipakai,” paparnya.

Di Kediri hanya ada satu pemasok belut dan pasokannya sangat kurang sehingga jadilah Kismanto dan Effendi, anaknya, menjadi petani belut. Awalnya, ia memperoleh benih dari pasar dengan harga Rp17.000/kg. Sayangnya, “Hasilnya juga tidak terlalu bagus karena belut kebanyakan hasil tangkapan di sawah dengan cara disetrum. Jadi, banyak yang mati dan kurang sehat,” lanjut Kismanto.

Pakai Media Tumpuk

Kendala tersebut tidak menyurutkan langkah Kismanto dan Effendi untuk mengembangkan belut. Harga belut konsumsi saat ini sekitar Rp17.000/kg dan berubah sesuai musim. Saat penghujan, banyak belut tangkapan dari sawah sehingga harganya turun. Sebaliknya sewaktu kemarau harga bisa naik, “Pemasok mau terima berapa pun jumlahnya,” ujar Kismanto.

Bermodal awal Rp2,5 juta, ia membuat kolam berukuran 2 x 3 m2 sebanyak tiga petak. Kolam berkedalaman 80 cm itu kemudian ditebari kotoran sapi, jerami, dan tanah serta benih belut sebanyak 10 kg. Karena belum mengerti cara pemeliharaannya, cuma dengar-dengar dari televisi, belutnya banyak yang mati. Akhirnya, ia membeli buku budidaya belut dan mempelajari caranya.

Sebelum melepas benih, ia harus menyiapkan media berupa tanah, kotoran sapi kering, tanah, dan kompos. Semua bahan dimasukkan ke dalam kolam berdasar ubin itu secara bertahap, masing-masing setinggi 10 cm. Setelah tumpukan media mulai memadat, ia memasukkan tanah dan jerami setinggi 10 cm. Selanjutnya, tumpukan media belut diberi tanah setinggi 20 cm, cacahan batang pisang, dan dialiri air. Setelah dua minggu, media ini siap ditebari benih.

“Dalam waktu 15 hari, media mengeluarkan bahan makanan yang merupakan pakan alami belut, seperti cacing merah, jentik nyamuk, dan binatang lain kecil seperti merutu yang terbang di atas air,” ungkap Kismanto. Berdasarkan pengalamannya, belut yang ditebar ke dalam media yang belum berproses sempurna akan langsung naik ke permukaan. Sebaliknya, jika media telah siap menghasilkan pakan alami, belut langsung masuk dan tenggelam di dalam media.

Kismanto juga menjelaskan, benih belut terbaik berasal dari Solo yang harganya mencapai Rp30.000/kg. “Ukuran benihnya seragam, sekitar 5—6 cm. Selain itu, sudah bisa makan pellet lele karena belum ada pellet khusus belut,” lanjutnya. Benih belut juga diberi pakan tambahan berupa anak kodok, ketam, dan bekicot yang dicacah. Dalam waktu 4 bulan, belut yang sudah berukuran 30—35 cm dapat dipanen.

Benih dan Indukan
Nun jauh dari Kediri, yaitu di wilayah Jasinga, Bogor, Jabar, Novi, juga mengadu peruntungannya di bisnis belut. Berbeda dengan Kismanto yang mengusahakan belut konsumsi, Novi lebih tertarik di usaha pembenihan dan pengadaan calon induk belut. Alasannya, “Sampai saat ini belum banyak yang mengusahakan benih dari budidaya. Kebanyakan hasil tangkapan alam.”

Masih menurut Novi, dalam waktu 1,5—2 bulan, larva belut yang dipijahkan secara buatan dapat mencapai ukuran 50—100 ekor/kg atau berbobot 10—20 gram/ekor. Benih berukuran 5—8 cm tersebut dapat segera dipelihara dalam kolam pendederan selama 4 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi

Selain benih, Novi juga memproduksi calon induk belut. Di Jasinga Green Farm, miliknya, satu set calon induk yang terdiri dari seekor belut jantan dan tiga ekor belut betina dihargai Rp150.000. “Dalam sebulan saya dapat menghasilkan sekitar 50 set,” ujar Novi menutup pembicaraan.